Mengancam Kenangan



Nama : Nadia Anastasia
NPM   : 15410099
Kelas : 1C

Mengancam Kenangan

Kenagan sepertinya bersekutu dengan pagi untuk hadir setiap hari. Tapi ternyata mereka berdua tidak mengusik, dan juga tidak berisik.
Bermula dari suatu pagi yang terlihat seperti senja. Tangan setengah tua menggenggam gagang sapu tampak seperti tentara yang sedang mengangkat senjatanya. Tidak terasa gemetar ataupun kaku untuk beranjak menyapu kerikil – kerikil yang ada di ubin terasnya. Pagi yang mengucapkan selamat pagi pada Nyonya. Sedangkan Nyonya yang sedang asik membersihkan teras halaman rumahnya yang dimana dulunya pernah meninggalkan kenangan yang begitu pahit. Seperti ada sesuatu yang turut hadir dalam benaknya. Sedangkan Nyonya berusaha memilah debu mana yang harus ia buang karena hasil serpihan dari kerikil, dan mana debu yang pernah menempel di telapak kakinya. Setelah selesai dengan sapu dan debu – debu di terasnya, ia segera masuk rumah, bukan untuk beristirahat tetapi untuk mengucapkan selamat pagi pada pigura yang berjejer di ruang tamunya. Setiap pigura yang menempel di dinding ruang tamunya memiliki suatu kisah yang berbeda. Setiap hari Nyonya mengusap pigura satu – persatu dan di setiap usapannya selalu bermakna. Satu – satunya yang hafal pada rutinitasnya adalah debu – debu yang menempel. Seketika yang Nyonya genggam hanyalah rambut yang di setiap helainya tertulis kenangan masa lalu. Dan itu pun yang akhirnya selalu dikenang. Setiap kali Nyonya mengingatnya, sebulir, dua bulir air mata akhirnya membasahi kaca pigura dan menghapus debu – debu yang menempel di kaca pigura. Membuat sembab mata yang sudah berkantung membiru. Namun, rupanya Nyonya lebih suka mengusap pigura dari pada mendengarkan cerita yang berulang dari debu. Entah bagaimana harus ada sanksi untuk setiap tangis yang tumpah.
Seperti itulah sebuah kenangan. Sederhana jika ingin kembali pada kenangan. Tak perlu cari kemana dan dimana, di bak mandi itu jawabnya. Tidak ada apa – apa di bak mandi, cuma ada air. Kita berdua akan tenggelam di dalam sini bersamamu dan seluruh cerita – crita syahdu. Karena ia merasa wanita itu tidak boleh dilewatkan barang sedetik saja, sorot mata yang selalu sama itu seperti mengajak untuk selalu berdua. Kemudian ia teringat tubuh wanita yang tenggelam penuh ke daam air. Tubuh dengan aroma yang masih saja sama walau sudah terlalu lama berendam disana. Di dalam air di bak mandi, dimana mereka berdua bias saling menggelamkan tubuh, dimana mereka menghilang ke dalam dada, dan ia akan sembunyi dibalik kepala wanita itu. Kepala yang penuh dengan rambut hitam yang di setiap helainya menyimpan dendam. Namun ia selalu kehilangan tubuh sang wanita, yang ia biasa temukan hanya bayangan saja. Cuma aroma tubuh saja yang tertinggal hingga air di dalam bak mandi menjadi wangi. Hingga ia jadi merasa tenggelam berdua di dalam sana. Kini kau harus menenggelamkan cerita – ceritaku ke dalam bak mandimu. Jangan lupa mengganti airnya jika jika sudah berjam – jam kau di dalam sana, agar ceritaku larut terbuang. Kemudian ia mengikuti apa yang dikatakan wanita itu, membuang air yang keruh agar di sana tidak lagi ada aroma, karena air dalan bak mandi sudah sangat keruh. ketika sore dating, ia sip untuk berendam, menenggelamkan seluruh tubuh dalam air bening yang tidak ada tubuh lain di dalamnya. Bibir yang sejak pagi dan siang bergetar menahan air yang membuat bendungan kini mengalun membentuk nada – nada selamat tinggal.
Kepeda bulan dan mentari yang kucinta, tida bisakah kita berdamai saja ? Aku akan memberimu doa di setiap pagi dan malam, kau memberi lupa akan kenangan. Nyonya teringat bagaimana ketika lidahnya menjadi kelu untuk sekedar menceritakan sebuah dongeng pada telinga yang sudah siap mendengarkan di atas pangkuannya. Telinga yang setiap malam menagih kata demi kata dari bbir Nyonya. Kepala itu bergeser hingga ke paha Nyonya, menikmati bantal tubuh. Namun, isi kepala itu justru menuju suatu tempat di kamar mandinya. Dimana pertama kali ia menemukan sebuah tubuh yang utuh,. Dongeng adalah masa lalunya yang tercoret di dinding – dinding kamarnya adalah tiga pigura yang terpajang di ruang di ruang tamunya. Namun, bukan juga dongeng karena ia buka puteri dan lekaki yang di cintai bukanlah pangeran. Nyonya cuma seorang yang sibuk menyapu teras rumah setiap pagi, dan lelaki yang di cintainya hanyalah sepasang tubuh yang menghilang da kepala yang ada di lututnya itu adalah satu – satunya yang tersisa. Dinding tengah membicarakannya sejak tadi, Nyonya mengusap lututnya yang dingin, disana cuma ada bayangan kepala yang sama yang pernah tenggelam didadanya.
Ketika harapan itu sudah tidak ada, sudah pupus sepenuhnya, maka aku akan memilih kenagan. Saling mengenang, saling mengancam, saling silang. Mereka tidak ada disini, dam mungkin tidak akan kembali mengejakkan kaki dimanapun bersamaku. Kini yang ada hanyalah kenangan. Sembunyikanlah sedalam yang kau bias. Tutupilah serapat yang kau mampu. Namun, aku tetap hadir dimanapun kau berada. Nyonya masih belum menyadari juga perihal Nyonya yang menghabiskan sisa masa hidup dengan mengusap pigura berisi gambar wajahnya yang tersenyum bahagia. Ia tahu bahwa hatinya patah, semakin patah ketika mengenang wanita yang aroma tubuhnya tertinggal di dalam bak mandinya. Hingga yang ia lakukan adalah tenggelam dalam kenangan yang ia anggap akan menghabisi selurh sisa masa hidupnya. Mengeruk dalam – dalam tanah di bawah pohin itu untuk mengubur sedalam mungkin kenangannya. Dan masih belum menyadari juga bahwa walau tubuh wanita itu terkubur sedalam mungkin, tapi kenagan itu tidak akan pernah ikut terkubur disana. Dan yang memancing kenangan itu tetap ada hadir adalah indera dan rasa. Dan mungkin yang kekal di dunia ini selain Tuhan adalah sebuah kenangan.
Jangan pernah sekali – kali untuk membenci kenangan, karena semakin membenci kenangan kamu akan terjerat dalam kenangan.

Komentar

Posting Komentar